Jumat, 19 Oktober 2012

konsep tindakan keperawatan luka







PERAWATAN LUKA


DEFINISI

Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang.
Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :
1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2. Respon stres simpatis
3. Perdarahan dan pembekuan darah
4. Kontaminasi bakteri
5. Kematian sel

Mekanisme terjadinya luka :
1. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam. Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura seterah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi)
2. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
3. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
4. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
5. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau oleh kawat.
6. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar.
7. Luka Bakar (Combustio)

Menurut tingkat Kontaminasi terhadap luka :
1. Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson – Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.
2. Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% - 11%.
3. Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
4. Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya mikroorganisme pada luka.

Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka, dibagi menjadi :
Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.
Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjyzg7NfPO2GWQiDrRXtSMOZwlG7T5tVAelgzDkLUQe8LYnWyYobwTMUKo9uX-K2IA3IJD94grngGQKbyTqU2PUIV_86hqZilUeGKxPm3UQAK17Lcoz2pBigK4pA3Mz8Q3NfoJpUkvDBTo/s200/W1671A.BMP
Menurut waktu penyembuhan luka dibagi menjadi :
1. Luka akut : yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan yang telah disepakati.
2. Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.


PROSES PENYEMBUHAN LUKA
Tubuh secara normal akan berespon terhadap cedera dengan jalan “proses peradangan”, yang dikarakteristikkan dengan lima tanda utama: bengkak (swelling), kemerahan (redness), panas (heat), Nyeri (pain) dan kerusakan fungsi (impaired function). Proses penyembuhannya mencakup beberapa fase :
1. Fase Inflamasi
Fase inflamasi adalah adanya respon vaskuler dan seluler yang terjadi akibat perlukaan yang terjadi pada jaringan lunak. Tujuan yang hendak dicapai adalah menghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari benda asing, sel-sel mati dan bakteri untuk mempersiapkan dimulainya proses penyembuhan. Pada awal fase ini kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan keluarnya platelet yang berfungsi sebagai hemostasis. Platelet akan menutupi vaskuler yang terbuka (clot) dan juga mengeluarkan “substansi vasokonstriksi” yang mengakibatkan pembuluh darah kapiler vasokonstriksi. Selanjutnya terjadi penempelan endotel yang akan menutup pembuluh darah. Periode ini berlangsung 5-10 menit dan setelah itu akan terjadi vasodilatasi kapiler akibat stimulasi saraf sensoris (Local sensory nerve endding), local reflex action dan adanya substansi vasodilator (histamin, bradikinin, serotonin dan sitokin). Histamin juga menyebabkan peningkatan permeabilitas vena, sehingga cairan plasma darah keluar dari pembuluh darah dan masuk ke daerah luka dan secara klinis terjadi oedema jaringan dan keadaan lingkungan tersebut menjadi asidosis.
Secara klinis fase inflamasi ini ditandai dengan : eritema, hangat pada kulit, oedema dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3 atau hari ke-4.

2. Fase Proliferatif
Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki dan menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran fibroblas sangat besar pada proses perbaikan yaitu bertanggung jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan selama proses reonstruksi jaringan.
Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel fibroblas sangat jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan penunjang. Sesudah terjadi luka, fibroblas akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian akan berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi (kolagen, elastin, hyaluronic acid, fibronectin dan proteoglycans) yang berperan dalam membangun (rekontruksi) jaringan baru. Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk cikal bakal jaringan baru (connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannya substrat oleh fibroblas, memberikan pertanda bahwa makrofag, pembuluh darah baru dan juga fibroblas sebagai kesatuan unit dapat memasuki kawasan luka. Sejumlah sel dan pembuluh darah baru yang tertanam didalam jaringan baru tersebut disebut sebagai jaringan “granulasi”.
Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen telah terbentuk, terlihat proses kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai growth faktor yang dibentuk oleh makrofag dan platelet.

3. Fase Maturasi
Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai kurang lebih 12 bulan. Tujuan dari fase maturasi adalah ; menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan bermutu. Fibroblas sudah mulai meninggalkan jaringan granulasi, warna kemerahan dari jaringa mulai berkurang karena pembuluh mulai regresi dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke-10 setelah perlukaan.
Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan antara kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan. Kolagen yang berlebihan akan terjadi penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka.

Luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan jaringan parut mampu atau tidak mengganggu untuk melakukan aktifitas normal. Meskipun proses penyembuhanluka sama bagi setiap penderita, namun outcome atau hasil yang dicapai sangat tergantung pada kondisi biologis masing-masing individu, lokasi serta luasnya luka. Penderita muda dan sehat akan mencapai proses yang cepat dibandingkan dengan kurang gizi, diserta penyakit sistemik (diabetes mielitus).

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEMBUHAN LUKA
1. Usia
Semakin tua seseorang maka akan menurunkan kemampuan penyembuhan jaringan
2. Infeksi
Infeksi tidak hanya menghambat proses penyembuhan luka tetapi dapat juga menyebabkan kerusakan pada jaringan sel penunjang, sehingga akan menambah ukuran dari luka itu sendiri, baik panjang maupun kedalaman luka.
3. Hipovolemia
Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.
4. Hematoma
Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan luka.
5. Benda asing
Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan yang kental yang disebut dengan nanah (“Pus”).
6. Iskemia
Iskemi merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.
7. Diabetes
Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori tubuh.
8. Pengobatan
· Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera
· Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan
· Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular.


NURSING MANAGEMENT
Dressing/Pembalutan
Tujuan :
1. memberikan lingkungan yang memadai untuk penyembuhan luka
2. absorbsi drainase
3. menekan dan imobilisasi luka
4. mencegah luka dan jaringan epitel baru dari cedera mekanis
5. mencegah luka dari kontaminasi bakteri
6. meningkatkan hemostasis dengan menekan dressing
7. memberikan rasa nyaman mental dan fisik pada pasien


ALAT DAN BAHAN BALUTAN UNTUK LUKA
Bahan untuk Membersihkan Luka
· Alkohol 70%
· Aqueous and tincture of chlorhexidine gluconate (Hibitane)
· Aqueous and tincture of benzalkonium chloride (Zephiran Cloride)
· Hydrogen Peroxide
· Natrium Cloride 0.9%

Bahan untuk Menutup Luka
· Verband dengan berbagai ukuran

Bahan untuk mempertahankan balutan
· Adhesive tapes
· Bandages and binders


KOMPLIKASI DARI LUKA
a. Hematoma (Hemorrhage)
Perawat harus mengetahui lokasi insisi pada pasien, sehingga balutan dapat diinspeksi terhadap perdarahan dalam interval 24 jam pertama setelah pembedahan.
b. Infeksi (Wounds Sepsis)
Merupakan infeksi luka yang sering timbul akibat infeksi nosokomial di rumah sakit. Proses peradangan biasanya muncul dalam 36 – 48 jam, denyut nadi dan temperatur tubuh pasien biasanya meningkat, sel darah putih meningkat, luka biasanya menjadi bengkak, hangat dan nyeri.
Jenis infeksi yang mungkin timbul antara lain :
· Cellulitis merupakan infeksi bakteri pada jaringan
· Abses, merupakan infeksi bakteri terlokalisasi yang ditandai oleh : terkumpulnya pus (bakteri, jaringan nekrotik, Sel Darah Putih).
· Lymphangitis, yaitu infeksi lanjutan dari selulitis atau abses yang menuju ke sistem limphatik. Hal ini dapat diatasi dengan istirahat dan antibiotik.
c. Dehiscence dan Eviscerasi
Dehiscence adalah rusaknya luka bedah
Eviscerasi merupakan keluarnya isi dari dalam luka
d. Keloid
Merupakan jaringan ikat yang tumbuh secara berlebihan. Keloid ini biasanya muncul tidak terduga dan tidak pada setiap orang.



GANGGUAN EMOSI : AFEK DAN MOOD

PEMBAHASAN

GANGGUAN EMOSI
AFEK DAN MOOD

A.    Afek
Emosi adalah suatu pengalaman yang sadar dan memeberikan pengaruh pasa aktifitas tubuh dan menghasilkan sensasi organis dan kinetis. Afek adalah kehidupan perasaan atau nada perasaan emosional seseorang, menyenangkan atau tidak, yang menyertai suatu fikiran, biasa berlangsung lama dan jarang disertai komponen fisiologik.
Dikaitkan dengan pengertian afek, maka emosi merupakan manifestasi afek keluar disertai oleh banyak komponen fisiologik, biasanya berlangsung relatif singkat. Kadang-kadang istilah emosi dan afek tidak dibedakan dan dipakai bersama-sama.
Bentuk-bentuk gangguan emosi dan afek:
a.       Euforia; Emosi yang menyenangkan, masa riang, senang gembira, bahagia yang berlebihan dan bila tidak sesuai keadaan, hal ini menunjukan adanya gangguan jiwa. Orang yang eforia biasanya optimis, percaya diri, dan tegas pada sikapnya.
b.      Elasi; Eforia yang berlebihan disertai motorik sering merupakan emosi yang labil dan sering berubah menjadi mudah tersinggung.
c.       Eksaltasi; Elasi yang berlebihan dan biasanya disertai dengan sikap kebesaran (waham kebesaran)
d.      Eklasi (kegaiarahan); gairah yang berlebihan disertai rasa aman, damai, dan tenang biasanya berhubungan dengan perasaan keagamaan yang kuat.
e.       Inappropiate afek (afek yang tidak sesuai), adalah suatu gejala gangguan emosi, dimana dijumpai perbedaan yang jelas antara emosi yang tampak dengan situasi yang menyebabkannya, missal tertawa ketika ada musibah.
f.       Afek yang kaku(rigid) adalah suatu keadaan dimana rasa hati tetap dipertahankan, walau terdapat rangsang yang biasanya menyebabkan reaksi emosiaonal yang berlebihan.
g.      Emosi labil adalah suatu gejala dimana terdapat ketidakstabialan yang berlebihan dan bermacam emosional, cepat berubah emosi yang satu dengan yang lain.
h.      Cemas dan Depresi merupakan gejala yang terllihat dari ekspresi muka atau tingkah laku.
i.        Ambivalensi adalah emosi dan afek yang berlawanan yang timbul bersama-sama pada seseorang, suatu objek atau keadaan, benci tapi rindu.
j.        Apatis yang tumpul dan datar, pengurangan atau tidak ada sama sekali tanda-tanda perasaan afektif.

B.     Mood
Perasaan suasana hati yang mewarnai seluruh kehidupan psikis seseorang dan mempengaruhi seseorang dalam waktu yang lama. Misalnya seseorang yang sedih, malas untuk berkomunikasi, makan, bekerja, kemarahan dan sebagainya. Suatu emosi yang meresap dan dipertahankan, yang alami secara subjektif dan dilaporkan oleh pasien dan terlihat oleh orang lain.
1.         Menurut Stuart Laraia dalam Psychiatric
Keadaan emosional yang memanjang yang mempengaruhi seluruh kepribadian individu dan fungsi kehidupannya. Hal ini berhubungan dengan emosi dan memiliki pengertian yang sama dengan keadaan perasaan/ emosi. Seperti aspek-aspek lain dalam kepribadian, emosi atau mood berperan dalam proses adaptasi. Ada empat fungsi adaptasi dari emosi, yaitu sebagai bentuk komunikasi social, merangsang fungsi fisiologis, kesadaran secara subjektif, dan mekanisme pertahanan psikodinamis.
2.         Menurut John W. Santrock dalam Psychology The Science of Mind and Behavior (1990: 490)
Gangguan alam perasaan adalah kelainan psikologis yang ditandai meluasnya irama emosional seseorang, mulai dari rentang depresi sampai gembira yang berlebihan(euphoria), dan gerak yang berlebihan(agitation). Depresi dapat terjadi secara tunggal dalam bentuk mayor depresi atau dalam bentuk lain seperti mania sebagai gangguan tipe Bipolar.
3.         Menurut Patricia D. Barry dalam Mental Health and Mentall Ilness (1998: 302)
Gangguan mental afektif (gangguan alam perasaan) meliputi kondisi mental yang menyebabkan perubahan alam perasaan seseorang (afek) atau keadaan emosional dalam periode waktu yang panjang. Perubahan keadaan emosional tersebut dapat berupa depresi, kegembiraan atau kombinasi dari berbagai siklus (tipe).
4.         Buskist Gerbing dalam Psychology Boundaries and Frontiers (1990: 548)
Ganguan mood dapat dicirikan dengan depresi yang mendalam dapat berupa periode elasi (keceriaan) dan depresi.
5.         Menurut Clinton Nelson dalam Mental health Nursing Practic (1996)
Gangguan mental yang memperlihatkan perubahan suasana perasaan menonjol dan menetap dan bersifat patologis. Sebagian besar gangguan alam perasaan berupa depresi dan mania. Alam perasaan (mood) merujuk pada keadaan emosional internal dari individu, seperti “saya merasa bahagia, saya marah, saya merasa sedih”. Affect merujuk pada tampilan luar dari ekspresi emosi seperti mimic wajah, atau postur tubuh yang menunjukan perasaan sedih atau marah.
Adapun macam dari mood adalah:
1.      Mood disforik: mood yang tidak menyenangkan
2.      Mood eutmik: mood dalam rentang normal, menyatakan tidak adanya mood yang tertekan atau melambung.
3.      Mood yang meluap-luap (expansive mood): ekspresi perasaan seseorang tanpa pembatasan, seringkali dengan penilaian yang berlebihan terhadap kepentingan atau makna seseorang.
4.      Mood yang iritabel (irritable mood): dengan mudah diganggu atau dibuat marah
5.      Pergeseran mood (mood yang labil): osilasi antara euphoria dan deperesi atau kecemasan
6.      Mood yang meninggi (elevated mood); suasana keyakinan dan kesenangan; suatu mood yang lebih ceria dari biasanya.
7.      Euphoria: elasi yang kuat dengan persaan kebesaran
8.      Kegembiraan yang luar biasa (ecstasy); perasaan kegairahan yang kuat
9.      Depresi: perasaan kesedihan yang psikopatologis
10.  Anhedonia: hilangnya minat terhadap dab menarik diri dari semua aktivitas rutin dan menyenangkan, seringkali disertai dengan depresi
11.  Dukacita atau berkabung: kesedihan yang sesuai dengan kehilangan yang nyata
12.  Aleksitimia: ketidakmampuan atau kesulitan dalam menggambarkan atau menyadari emosi atau mood seseorang.

C.    Faktor Predisposisi Gangguan Mood
Berbagai teori telah diajukan untuk menjelaskan gangguan alam perasaan yang parah. Teori ini menunjukan rentang factor-faktor penyebab yang mungkin bekerja sendiri atau dalam kombinasi.
1.      Genetic Factor
Factor genetic dianggap mempengaruhi transmisi gangguan afektif melalui riwayat keluarga atau keturunan. Hal ini disepakati bahwa faktor keturunan dan lingkungan memegang peranan penting dalam beberapa gangguan mood. Gangguan tipe bipolar dan mayor depressive terjadi pada keluraga, tetapi fakta menunjukan bahwa yang diturunkan adalah tipe bipolar; dengan kecenderungan sebagai berikut:
v  Salah satu orang tua menderita gangguan mood tipe bipolar; kecenderungan terjadi 25% pada anak
v  Dua orang tua menderita ganguan mood tipe bipolar; kecenderungan terjadi 50-75% pada anaknya
v  Satu monozigote kembar mengalami bipolar; 40-70% kecenderungan terjadi pada kembarannya
v  Satu dizygote kembar mengalami bipolar; kecenderungan 20% terjadi pada saudara kembarnya
v  Satu orangtua mengalami kelianan tipe defensive; 10-13% kecenderungan terjadi pada anaknya.

2.      Aggression Turned Inward Theory
Teori agresi menyerang kedalam menunjukan bahwa depresi terjadi karena perasaan marah yang ditunjukan kepada diri sendiri. Menurut Sigmund Freud depresi adalah agresi yang diarahkan pada diri sendiri sebagai bagian dari nafasu bawaan yang bersifat merusak (instinc agresif). Untuk beberapa alas an tidak secara langsung diarahkan pada objek yang nyata atau objek yang berhubungan serta disertai perasaan berdosa/ bersalah. Perosesnya terjadi akibat kehilangan atau perasaan ambivalen terhadap objek yang sangat dicintai. Klien merasa marah dan mencintai yang terjadi secara bersamaan dan hal ini tidak mampu untuk mengekspresikan kemarahannya sebab dianggap tidak tepat atau tidak rasional. Misalnya : ia marah pada kekasihnya yang memiliki kekasih selain dirinya. Ia ungkapkan kemarahan pada diri sendiri karena timbul perasaan membenci sekaligus mencintai. Bila hal tersebut dianggap sebagai pemecahan masalah yang adaptif maka seterusnya ia akan menggunakan koping tersebut yang sebenarnya bersikap destruktif.

3.      Object Loss Theory
Teori kehilangan objek merujuk pada perpisahan traumatic individu dengan benda atau seseorang yang sangat berarti dalam fase membutuhkan seseorang yang memberikan rasa aman untuk lekatan (attachment). Dua isu penting dalam teori ini adalah: kehilangan dalam masa kanak-kanak sebagai factor predisposisi terjadinya depresi pada masa dewasa dan perpisahan dala kehidupan setelah dewasa dan perpisahan dalam kehidupan setelah dewasa yang terjadi factor pencetus terjadinya stress.
Fakta untuk model ini pertama kali dilaporkan oleh Spitz yang mendeskripsikan reaksi perpisahan bayi dari ibunya saat berusia 6-12 bulan. Reaksi tersebut adalah sebagai berikut: Kekhawatiran (apprehension), menangis, menarik diri, gerakan psikomotor yang lambat, sedih, dan patah hati, pingsan, kesulitan tidur, tidak nafsu makan, kelambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan. Sindroma ini dikenal dengan Analytic depression.

4.      Personality Organization Theory
Teori organisasi kepribadian menguraikan bagaimana konsep diri yang negative dan harga diri rendah mempengaruhi system keyakinan dan penilaian seseorang terhadap stressor. Pandangan lain dari depresi adalah memfokuskan pada variable utama dari psikososial, yaitu harga diri rendah. Konsep diri klien menjadi isu pokok. Ketika mengekspresikan kesedihan hati atau depresi atau over kompensasi. Gambaran harga diri yang terancam seringkali memperlihatkan manic atau hippomanic episode. Ancaman terhadap harga diri menimbulkan peran yang miskin, merasakan tingkat yang rendah fungsi kehidupan sehari-hari dan hilangnya identitas diri secara jelas.

5.      Cognitive Model
Model cognitive menyatakan bahwa depresi merupakan masalah cognitive yang didominasi oleh evaluasi negative seseorang terhadap dirinya sendiri, dunia seseorang dan masa depannya. Berdasarkan teori ini adanya kejadian yang merugikan, sebagai contoh: seorang suami mengatakan “Ia meninggalkan saya karena saya tidak mampu mencintainya”, tanpa mempertimbangkan alternative lainnya sebagai penyebab, misalnya kepribadian yang tidak cocok, istrinya memiliki masalah sendiri, atau perubahan perasaan istrinya terhadap suami. Ia selalu memfokuskan pada kekurangan pribadinya, Ia hanya dapat berfikir tentang dirinya secara negative dan tidak mencoba memahami kemampuannya, prestasinya, dan atribut-atribut yang ada pada dirinya. Kesimpulan dalam teori ini adalah klien depresi didominasi oleh sikap pesimis.

6.      Learned Helplessness Model
Model ketidakberdayaan yang dipelajari menunjukan bahwa bukan semata-mata trauma menyebabkan depresi tetapi keyakinan bahwa seseorang tidak mempunyai kendali terhadap hasil yang penting dalam kehidupannya, oleh karena itu ia mengulang respon yang adaptif. Orang ini percaya bahwa tidak seorangpun yang dapat membantunya, dan tidak seorangpun dapat melakukan sesuatu untuknya. Keyakinan yang negative tersebut menyebabkan dia putus harapan, bersikap pasif, dan ketidakmampuan untuk bersikap asertif pada dirinya dan orang lain.

7.      Behavioral Model
Model perilaku berkembang dari kerangka teori belajar social, yang mengasumsi bahwa penyebab depresi terletak pada kurangnya keinginan positif dalam berinteraksi dengan lingkungan. Depresi berkaitan dengan interaksi antara perilaku individu dengan lingkungan. Teori ini mamandang bahwa individu memiliki kemampuan untuk memeriksa dan mempertimbangkan perilakunya. Mereka bukan hanya melakukan reaksi dari factor internal. Mereka menyeleksi, mengorganisir, dan mentransformasikan stimulus yang datang pada dirinya.
Individu tidak dipandang sebagai objek yang tidak berdaya yang dikendalikan lingkungan. Tetapi tidak juga bebas dari pengaruh lingkungan dan melakukan apa saja yang mereka pilih tetapi antar individu dengan lingkungan memiliki pengaruh yang bermakna antarsatu dengan yang lainnya. Konsep reinforcement sangat penting dalam pandangannya tentang depresi. Interaksi positif antara individu dengan lingkungan menyediakan reinforcement yang positif. Kurangnya reinforcement yang positif dari lingkungan menyebabkan kesedihan. Asumsi kunci dari model ini adalah rendahnya jumlah reinforcement positif dari lingkungan merupakan factor pendukung terjadinya perilaku depressive.

8.      Biological Model
Model biologic menguraikan perubahan kimia dalam tubuh yang terjadi selama masa depresi, termasuk defisiensi katekolamin, disfungsi endokrin, hipersekresi kortisol, dan variasi periodic dalam irama biologis. Abnormalitas yang signifikan dapat dilihat ketika terjadi depresi. Termasuk di dalamnya adalah kelainan dalam elektroloit, khususnya sodium dan kalium. Perubahan dalam neurofisiologis, kegagalan fungsi regulasi otonom dari attivasi system syaraf adrenokortikal, tiroid, perubahan gonad, perubahan dalam neurotransmitter seperti katekolamin, norepinephrin, dan epinephrine.

9.      Masalah dalam Bounding and Attachment dan Genetik
Gangguan ikatan antara ibu dan anak (mother-child bonding) pada usia dini, sangat penting dalam terjadinya keadaan patologis pada perkembangan kepribadian dikemudian hari. Bila seorang ibu menderita depresi, maka peran dan fungsinya sebagai ibu akan terganggu, yang mengakibatkan relasi patologik pada anak. Pengalaman pada awal pertama kehidupan masa kanak-kanak yang menimbulkan trauma psikis, dapat membentuk kepribadian yang rentan untuk mngelami depresi. Mengapa R lebih rentan atau mempunyai risiko yang lebih besar untuk mengalami depresi dibandingkan anak-anak lain? Karena sebenarnya banyak yang mendapat perlakuan lebih buruk dari R (pernah dipermalukan atau dikecewakan oleh guru dan teman-teman di sekolah), tetapi mereka tidak sampai depresi. Bila R menjadi depresi, tentu ada sesuatu yang membuatnya menjadi rentan.
Selain hal tersebut diatas yang tidak boleh dilupakan adalah factor genetic. Depresi lebih banyak dijumpai pada seseorang dengan kepribadian tertentu, sedang kepribadian banyak ditentukan oleh genetic. Pada keluarga yang salah satu orang tuanya mengalami depresi akan berpeluang 10-15% untuk memilki anak tidak mempunyai riwayat depresi secara genetic, anak-anak akan belajar untuk meniru perilaku depresi dari orangtuanya. Seorang yang sehat kepribadian dan jiwanya bias saja menderita depresi  apabila yang bersangkutan tidak mampu menanggulangi stressor psikososial yang dialami.

D.    Gejala Gangguan Mood Depresi
Depresi adalah salah satu bentuk jiwa gangguan jiwa pada alam perasaan (afektif, mood) yang ditandai kemurungan, kesedihan, kelesuan, kehilangan gairah hidup, tidak ada semangat, dan merasa tidak berdaya, perasaan bersalah atau berdosa, tidak berguna dan putus asa. Gejala lain yang sering menyertai gangguan mood adalah:
v  Sulit konsentrasi dan daya ingat menurun
v  Nafsu makan dan berat badan menurun
v  Gangguan tidur (sulit tidur atau tidur berlebihan) disertai mimpi-mimpi yang tidak menyengkan, misal mimpi orang yang sudah meninggal.
v  Agitasi atau retradasi motorik (gelisah atau perlambatan gerakan motorik)
v  Hilang perasaan senang, semangat, dan minat, meninggalkan hobi
v  Kreatifitas dan produktifitas menurun
v  Gangguan seksual (libido menurun)
v  Fikiran-fikiran tentang kematian dan bunuh diri

Bila seseorang lebih rentan untuk menderita depresi dibandingkan orang lain, biasanya yang bersangkutan mempunyai corak kepribadian sendiri (diri kepribadian depresif), ciri-ciri:
a.       Mereka sukar untuk merasa bahagia, mudah cemas, gelisah dan khawatir, irritable, tegang dan agitatif.
b.      Mereka yang kurang percaya diri, rendah diri, mudah mengalah dan lebih senang berdamai untuk menghindari konflik atau konfrontasi, merasa gagal dalam usaha, lamban, lemah, lesu, atau sering mengeluh sakit ini itu.
c.       Pengendalian dorongan dan impuls terlalu kuat, menarik diri, lebih suka menyisih, sulit ambil keputusan, enggan bicara, pendiam dan pemalu, menjaga jarak, dan menghindari keterlibatan dengan orang lain.
d.      Suka mencela, mengkritik, menyalahkan orang lain atau menggunakan mekanisme pertahanan penyangkalan.
Untuk mengetahui masalah yang berhubungan dengan kerentanan remaja mengalami depresi dan bunuh diri, telah dilakukan penelitian terhadap 39000 remaja. Dari penelitian tersebut ditemukan bahwa kemurungan, kelesuan yang melumpuhkan, rasa tolak, keputusasaan, depresi dan bunuh diri telah bergeser, dan dimulai pada usia yang semakin lama semakin dini. Selain itu diketahui pula bahwa meningkatnya kasus depresi dan bunuh diri di masyarakat, erat kaitannya dengan situasi krisis (politik, social, ekonomi, dan moral), penganggura, kemiskinan, persaingan yang keras dan kriminalitas. Dalam beberapa dekade terakhir ini telah terjadi erosi besar-besaran terhadap keluarga inti. Semakin hari semakin sedikit waktu yang disediakan orangtua untuk anak, berlipat ganda angka perceraian, semakin jarang keluarga ada di rumah dan semakin banyak keluarga yang “menjalankan” sikap tidak peduli terhadap kebutuhan tumbuh kembang anak dan remaja. Selain itu kita dapat menyaksikan peningkatan individualism, lenyapnya keyakinan yang lebih menyebabkan hilangnya sumber penopang dari kekalahan atau kegagalan.
Salah satu gejala dari gangguan depresi adalah bunuh diri adalah bunuh diri (sucide), sebanyak 40% penderita depresi mempunyai ide untuk bunuh diri, dan hanya lebih kurang 15% saja yang sukses melakukannya. Angka bunuh diri pada remaja di AS dalam satu tahun antara 1,7-5,9% dan untuk selama hidup antara 3,0-7,1%. Diperkirakan 12% dari kematian pada kelompok anak dan remaja di AS disebabkan karena bunuh diri. Di Indonesia kasus bunuh diri pada anak belum diketahui besar angka